Selasa, 19 Mei 2009

PENDEKATAN OPEN-ENDED DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Oleh : ARIE SUSANTO, S.Pd
Guru SMA N 1 Rowosari Kendal

Matematika merupakan mata pelajaran yang unik. Proses pencarian kebenaran dalam matematika berbeda dengan ilmu pengetahuan lainnya. Metode mencari kebenaran matematika adalah deduktif yaitu membuat kesimpulan berdasarkan hal yang bersifat umum ke hal – hal yang bersifat khusus. Di dalam matematika terdapat kompetensi berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan kooperatif (kerjasama) sehingga diharapkan peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, menganalisis, menyimpulkan dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, berkembang pesat dan kompetitif.

Matematika juga memiliki banyak kegunaan bagi umat manusia, diantaranya : menyelesaikan persoalan di masyarakat, dapat menyimpulkan, mengolah, menyajikan dan menafsirkan data, mendukung dan menyelesaikan persoalan di bidang studi lain dan menunjang pemakaian alat – alat canggih.

Masalah klasik dalam pendidikan matematika di Indonesia adalah masih rendahnya prestasi serta kurangnya motivasi dan keinginan terhadap pembelajaran matematika di sekolah. Menurut Suyanto,”Dalam pembelajaran matematika, penyampaian guru cenderung bersifat monoton, kurang kreatif. Hal yang dirasakan siswa diantaranya matematika sulit, tidak mampu menjawab dan takut disuruh guru di depan.”

Dari besarnya manfaat dan problematika tersebut maka diperlukan perencanaan dan proses pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik matematika juga karakteristik peserta didik dan mengikuti perkembangan jaman. Dibutuhkan pembelajaran yang beralih dari bentuk formal ke ketrampilan proses dan penerapan; dari belajar menghafal ke belajarpemahaman dan pemecahan masalah; dari belajar perorangan ke belajar bersama (cooperative learning) dan interaktif.

Pendekatan Tradisional

Pendekatan pembelajaran adalah cara atau jalan yang ditempuh guru atau peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sebagai fasilitator, tiap guru memiliki strategi dan pendekatan berbeda yang dianggap tepat agar konsep yang disajikan dapat diadaptasi peserta didik. Begitupun dengan peserta didik akan menggunakan cara belajar yang beragam sesuai dengan karakteristik mereka untuk mencapai kompetensi yang dipersyaratkan. Nisbet dan Erman mengatakan,”Tidak ada cara belajar (tunggal) yang paling benar dan cara mengajar yang paling baik.”

Dalam pembelajaran matematika, pendekatan tradisional dimana guru mendominasi dan senantiasa menjawab dengan segera terhadap pertanyaan – pertanyaan peserta didik tidak lagi relevan. Sebaiknya peserta didik diberi keleluasaan mengembangkan ide – idenya untuk menumbuhkan kreatifitas dan hasrat mengeksplorasi, nilai demokrasi serta kemampuan memecahkan masalah. Karena permasalahan/problem matematika diselesaikan dengan multisolusi bukan satu jawaban. Problem yang demikian disebut problem terbuka atau problem open-ended.

Pendekatan Open-ended

Pendekatan open-ended merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada proses dan problem ended. Pendekatan pembelajaran ini membawa siswa dalam menjawab permasalahan dengan banyak cara dan mungkin banyak jawaban yang benar sehingga mengundang potensi intelektual dan pengalaman peserta didik menemukan sesuatu yang baru.

Manfaat pendekatan pembelajaran open-ended selain mencapai standar kompetensi adalah :mengembangkan kegiatan kreatif dan pola piker matematis peserta didik melalui problem solving, mengembangkan ketrampilan proses, memberi kesempatan peserta didik berpikir dengan bebas sesuai dengan kemampuannya, melatih siswa mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain dan mengembangkan pembelajaran interaktif dan menyenangkan.

Melalui pendekatan open-ended dalam pembelajaran matematika, kemampuan peserta didik baik ranah kognitif, psikomotor maupun afektif dapat dimaksimalkan. Namun demikian guru dapat menggunakan pendekatan – pendekatan lainnya yang disesuaikan kondisi peserta didik bahkan memadukan berbagai pendekatan untuk mencapai tujuan belajar.


Minimnya Tayangan Pendidikan di Televisi Kita

Oleh : ARIE SUSANTO, S. Pd

Guru SMA 1 Rowosari Kab. Kendal

Tayangan acara televisi yang mendidik dan bertema pendidikan berdasarkan survey interaktif acara Padamu Negeri Metro TV masih sangat kecil. Dan acara – acara yang tidak mendidik itu ditayangkan pada waktu yang kurang tepat bagi anak yaitu antara jam 15.00 WIB sampai dengan 21.00 WIB.

Jika kita menelusuri perkembangan televisi di Indonesia, sebelum tahun 1980-an, televisi masih menjadi barang langka. Di kampung/desa hanya segelintir orang yang memiliki televisi di rumahnya. Biasanya orang tersebut menduduki jabatan penting di desanya sebagai kepala desa/lurah. Sehingga jika warga masyarakat akan menonton tayangan televisi, mereka mendatangi rumah yang ada televisinya. Keadaan ini pun melahirkan keakraban antara satu dengan yang lain dan terjadi saling menukar informasi serta tema acara dan amanat yang terkandung didalamnya langsung didiskusikan.

Ditahun- tahun berikutnya, orang yang memiliki televisi makin bertambah dan kini tiap rumah dapat dikatakan pasti terdapat televisi bahkan ada yang dalam satu rumah memiliki lebih dari satu televisi dengan ukuran dan model bervariasi. Perubahan ini menimbulkan dampak sosial bagi komunitas masyarakat. Mereka tidak lagi berkumpul sekedar menonton televisi karena lebih memilih tinggal di rumah. Keakraban menjadi menipis dan interpretasi terhadap tema dan amanat yang ada pada tayangan acara berbeda sesuai dengan ketajaman berpikir, tingkat pendidikan, usia dan wilayah tempat tinggal.

Dilihat dari perkembangan psikologisnya, anak usia sekolah memiliki kecenderungan untuk meniru maka sebaiknya mereka perlu didampingi ketika menonton tayangan televisi yang acaranya masih saja bertema seputar cinta anak remaja dengan beragam konflik, iri, dendam, infotainment dan tayangan lain yang tidak mendidik. Jadi seolah – olah yang dihadapi anak di masa sekolah adalah hal – hal itu saja, padahal banyak kegiatan yang bisa mengembangkan potensi mereka melalui kegiatan ekstra kurikuler, belajar kelompok, bermain dengan teman sebaya atau melakukan riset – riset sederhana.

Sebenarnya televisi membawa banyak manfaat. Televisi dapat dijadikan sebagai media informasi aktual dan lebih cepat bila dibandingkan dengan media cetak. Pemerintah maupun lembaga yang berkompeten dapat menggunakan televisi sebagai alat untuk menyampaikan kepentingannya, informasi, fakta dan peristiwa pada masyarakat. Dan masyarakat dapat mendapatkan informasi – informasi yang dibutuhkan.

Televisi adalah media promosi yang efektif. Banyak produk – produk yang diiklankan di televisi. Apalagi menjelang pemilihan kepala daerah atau pemilihan umum bisa memanfaatkan televisi sebagai kampanye bagi partai politik dan orang yang dicalonkan menjadi kepala daerah dan kepala pemerintahan lainnya.

Melalui televisi, masyarakat bisa mendapatkan pengetahuan baik politik, ekonomi, kesehatan, budaya, olahraga, pendidikan dan teknologi. Selain itu televisi merupakan lahan bisnis yang menguntungkan serta sarana hiburan murah dan mudah diakses oleh masyarakat.

Dari banyaknya manfaat itu, pemerintah, lembaga dan insan – insan pertelevisian seharusnya lebih serius untuk memperbanyak tayangan yang mendidik dan bertema pendidikan sebab masih banyak masyarakat yang belum mengetahui bagaimana berlalu-lintas yang baik, mengurus Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), tata cara menyampaikan aspirasi,pentingnya kesehatan, pelestarian lingkungan, program – program pemerintah terutama yang berkaitan dengan pendidikan.

Padahal masih banyak budaya dan keeksotisan alam Indonesia belum dimaksimalkan sebagai sebuah tayangan yang menghibur, kejadian dan fenomena yang diangkat menjadi film atau sinetron serta minimnya tema – tema pendidikan yang menjadi acara – acara televisi seperti profil sekolah, universitas, metode dan strategi pembelajaran baik sekolah di Indonesia maupun luar negeri sebagai bahan studi banding.

Manajemen penayangan acara televisi perlu ditata lebih baik. Misalnya acara keagamaan tidak harus ditayangkan menjelang atau setelah waktu subuh tetapi ditayangkan pada sore hari karena jika masih ditayangkan terlalu pagi, segmen penontonnya hanya orang – orang yang justru terbiasa bangun pagi dan memiliki pemahaman agama yang baik. Sehingga tidak menyentuh segmen penonton yang sebenarnya sangat membutuhkan penyegaran kesadaran rohaniah.

Selain itu harus ada perubahan paradigma bahwa pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang paling menguntungkan bagi kemajuan dan peradaban bangsa dan Negara dibandingkan dengan keuntungan materi sesaat dari tayangan - tanyangan acara televisi yang tidak mendidik. Dan biarlah tontonan menjadi tuntunan asalkan tontonan itu mendidik.

TRAINNING ESQ PASCA UN


OLEH : ARIE SUSANTO, S.Pd

Guru SMA N 1 Rowosari Kabupaten Kendal

Ujian Nasional (UN) telah berakhir, tinggal menunggu hasilnya, memenuhi criteria lulus atau tidak lulus. Perasaan siswa, guru dan orang tua belum sepenuhnya lega. Mereka masih was-was pasca UN ini. Apalagi kriteria kelulusan UN tahun ini naik dari tahun sebelumnya dengan rata-rata minimal 5,50.

Telah banyak cara dan persiapan dilakukan oleh semua pihak dalam menghadapi UN, diantaranya tambahan jam pelajaran sekolah, bimbingan belajar dari lembaga di luar sekolah, pemadatan pembelajaran (beberapa jam mata pelajaran non UN diganti mata pelajaran UN), try out tingkat sekolah dan kabupaten, drill soal-soal UN, les privat dan persiapan mental/rohani melalui trainning motivasi, trainning ESQ, istigosah, bimbingan rohani bahkan orang tua pun dihadirkan di sekolah dan siswa diminta untuk mohon maaf serta doa restu pada orang tua dan guru. Tidak hanya itu saja, di beberapa daerah juga diadakan pelatihan pembuatan soal prediksi UN bagi guru-guru mata pelajaran UN.

Itulah contoh beragam cara dan persiapan yang dilakukan untuk menghadapi UN. Tapi berapa banyak sekolah yang mengadakan kegiatan tersebut terutama yang berhubungan dengan mental dan rohani pasca UN.

Membangun Spiritualitas

Meski perasaan siswa masih cemas namun setidaknya beban mereka sedikit terkurangi. Di sisi lain, tidak sedikit siswa yang menganggap bahwa semuanya telah usai sehingga tak perlu lagi belajar seperti sebelumnya.

Padahal di kalender pendidikan, mereka harus menempuh Ujian Sekolah (US) dan Ujian Praktik serta harus mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian masuk perguruan tinggi bagi siswa SMA/MA atau memasuki dunia kerja bagi lulusan SMK.

Pasca UN seharusnya siswa, guru dan orang tua makin menambah frekuensi berdoanya dan meningkatkan kedekatan dengan Tuhan YME. Inilah langkah selanjutnya yang harus dilakukan semua pihak setelah persiapan-persiapan dan ujian sudah dijalani, yaitu menyerahkan hasil UN kepada Tuhan YME dan berharap mendapatkan jalan terbaik meskipun nantinya hasil UN tidak memuaskan bahkan tidak lulus.

Biasanya siswa yang tidak lulus jumlahnya lebih sedikit bila dibandingkan dengan mereka yang lulus. Ini akan membuat siswa yang tidak lulus tersebut mengalami kekecewaan yang mendalam, apalagi jika siswa lain yang lulus merayakan kelulusannya secara berlebihan. Belum lagi mereka yang tidak lulus harus menanggung malu dengan lingkungan sekitar di rumahnya, terkadang orang tua tidak memahami kondisi anaknya, malah memarahi mereka tanpa mempedulikan kondisi mental mereka yang masih rapuh.

Maka sebaiknya pasca UN, perlu diadakan kegiatan yang dapat langsung membangun spiritualitas, sikap arif dan bijaksana meyikapi hasil ujian, sikap empati dan simpati terhadap siswa lain. Kegiatan yang dilakukan dapat berupa pelatihan Emotional Spiritual Quotient (ESQ).

Sehingga nantinya saat menunggu hasil UN, siswa merasa tenang dan tetap memiliki semangat belajar serta setelah hasil UN diumumkan, siswa mampu menerima hasil UN dengan sikap legawa. Bagi yang lulus, tidak merayakan secara berlebihan, mampu berempati sekaligus bersimpati dengan siswa lain yang tidak lulus ddan mereka yang tidak lulus tidak meratapi kekecewaan secara berlebihan namun tetap tegar dan mampu berpikir serta memutuskan langkah terbaik yang akan dilakukan untuk masa depannya.

Kegiatan semacam ini dapat memberikan nilai tambah bagi kualitas mental dan spiritual siswa. Mereka memiliki mental yang prima, mampu mengimplementasikan spiritualitas dalam kehidupan dan mampu merasakan perasaan orang lain. Kegiatan ini juga menambah kepercayaan masyarakat bahwa sekolah benar-benar telah berusaha mengantarkan siswa menuju masa depan mereka secara akademik, mental dan spiritual. Dan secara langsung sekolah memberikan pembelajaran kontekstual sikap untuk bersyukur terhadap keberhasilan dan bersabar menghadapi kegagalan.