Kamis, 10 September 2009

MENGIKIS SEMPITNYA PARADIGMA GURU

Sedikit guru yang menulis artikel ilmiah (makalah dan laporan penelitian) maupun artikel ilmiah populer (opini) di media massa.

Ini ditunjukkan dengan jarang ditemukannya rubrik khusus di media massa yang memuat tulisan guru dalam satu halaman penuh. Sebagai contoh, rubrik Untukmu Guruku Radar Semarang Jawa Pos hanya seperempat halaman saja, rubrik Suara Guru Suara Merdeka lebih sedikit lagi. Bandingkan dengan rubrik-rubrik lain seperti Perempuan, Kampus dan IPTEK yang memuat satu halaman penuh opini pembaca.

Sedangkan dalam Seleksi Guru Berprestasi Kabupaten Kendal Tahun 2009, tidak banyak guru yang sudah membuat laporan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Di bagian lain, guru lebih sering menjadi peserta dalam seminar dan lokakarya, bukan sebaga pemakalah.

Motivasi Intrinsik

Menulis bagi sebagian guru masih dianggap sebagai syarat untuk naik golongan/pangkat IVa ke IVb pada sub unsur pengembangan profesi saja. Sehingga guru yang bergolongan di bawah IVa enggan menulis, menunggu nanti ketika akan naik ke golongan IVb, itu pun kalau mereka mau, karena tidak sedikit guru yang tidak memiliki motivasi untuk naik ke IVb gara-gara ada syarat pengembangan profesi yang salah satunya adalah menulis karya ilmiah.

Pola pikir ini menurut penulis keliru dan dangkal. Tujuan utama menulis bukanlah semata-mata untuk mengejar pangkat/golongan atau pundi-pundi honor. Menulis untuk mengekspresikan idealisme dan pemikiran kita agar dapat dibaca, bermanfaat bagi pembaca dan mendapat tanggapan dari orang lain. Melalui menulis, guru dapat menyalurkan hobi, bakat, ide dan mempertajam kemampuan analisis serta kemampuan menulis itu sendiri.

Jadi yang menjadi domain adalah motivasi intrinsik guru yang mempunyai motivasi dan kesadaran betapa pentingnya menulis. Sedangkan fungsi menulis sebagai jalan untuk naik pangkat/golongan dan mendapatkan imbalan finansial itu adalah akibat/hasil dari menulis dan tidak menjadi tujuan utama.

Tulisan Instan

Tindakan yang mengabaikan motivasi intrinsik dan mengedepankan motivasi ekstrinsik, menjadikan tulisan untuk tujuan utama naik pangkat, berdampak pada rendahnya jumlah guru yang menulis.

Malah dampak mengerikan adalah adanya tulisan-tulisan instan yang dapat dipesan sesuai permintaan berupa tulisan opini, makalah atau PTK. Ketidakorisinal karya akan melahirkan bias kompetensi profesional, kompetensi paedagogis dan kompetensi kepribadian guru.

Apa jadinya jika laporan PTK dibuat berdasarkan pesanan. Tidak ada lagi keinginan guru untuk berintrospeksi dan mereview proses pembelajarannya di kelas dan tidak muncul hasrat untuk mengembangkan metode, strategi dan teknik yang tepat bagi siswanya.

Menulis Sekarang Juga

Tak ada kata lain, sekarang adalah saat yang tepat untuk menulis. Jika merasa belum memiliki kemampuan, guru dapat mengikuti berbagai pelatihan penulisan, sharing dengan guru lain, sering membaca opini di media massa, makalah, laporan penelitian dan buku-buku yang bermutu serta jangan ragu untuk menulis, tuliskan apa saja yang ada di pikiran kita menjadi sederetan kalimat.

Menurut Frank Laurence Lucas : One learns to write by reading good book, as one learns to talk by learning good talkers atau Seseorang belajar menulis dengan membaca buku-buku yang baik seperti halnya dia belajar bicara dengan mendengarkan pembicara yang baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar